Praskrip: Tulisan ini merupakan opini pribadi, sedikit panjang dan mungkin akan membosankan. Sama seperti teman-teman di luar sana yang tidak merasakan ikatan emosial terhadap film ini. ta apa, setiap orang punya persepsi masing-masing.
Beberapa hari ini linimasa penuh
dengan pembicaraan mengenai film Joker 2019 yang mulai tayang di Indonesia
sejak 2 Oktober lalu. Dalam sekejab berbagai opini, telaah dan persepsi sepihak -termasuk tulisan ini nantinya- muncul sebagai tanggapan setelah menontonnya.
Tanggal 4 Oktober saya langsung melihat tiket di
salah satu aplikasi, mensyukuri diskonan 50% yang berlaku hingga tanggal 6. Namun
kecewanya di hari jumat itu saya gagal menonton karena kuota diskon sudah habis, Keesokan
harinya di hari sabtu tanpa pikir panjang langsung membeli tiket diskonan menonton di Mall Crazy Rich Surabaya yang dekat
dengan rumah dan mall dengan harga
nonton termurah di weekend. Sebagai pemuja diskon, tentunya merupakan suatu
keberuntungan. :D .
Saya sebenarnya bukan penggemar film-film DC
ataupun Batman yang fanatic, hanya menoton film yang menurut saya menarik dan
ramai perbincangan, ya selalu seperti itu. Mudah tergiur dengan opini orang
hingga penasaran.. namun tak jarang justru berbuah kekecewaan karena tak
seperti yang dilihat orang. Karena kembali lagi ke selera masing-masing.
Film Joker menceritakan latar belakang kehidupan seorang jaoker itu sendiri. kesehariannya dan bagaimana ia aterlahir menjadi seorang Psikopat yang sadis. Artur Fleck, nama alter dari Joker itu sendiri hidup di kota Gotham, menjadi seorang badut panggilan yang sering menjadi bulliying. suatu ketika seorang temannya memberi pistol, dan karena suatu keadaan ia tanpa sengaja membunuh tiga orang di kereta bawah tanah. sejak saat itu ia seolah lahir kembali. cita-citanya menjadi seorang komedian terkenal, namun keadaan tidak berpihak padanya.
Di sisi lain, Arthur memiliki penyakit, ia dapat tiba-tiba tertawa padahal tidak ada yang lucu. tidak ada obat yang dapat menyembuhkannya.
di situasi lain, keadaan kota mulai kacau, banyak aksi menuntut kesejahteraan sosial .
Benarkah Joker adalah Kita?
Membaca banyak review dan
tanggapan masyarakat Indonesia terhadap film Joker
garapan Sutradara Todd ini, ada beberapa hal yang mengganggu pikiran saya. kemunculan
tagline “Joker adalah kita” yang kemudian dengan mudah diterima , disalin
banyak pihak seolah-olah memaklumi dan menerima bahwa Joker sebelumnya adalah
orang yang baik yang tersakiti sehingga menjadi jahat.
Lalu, benarkah Joker adalah Kita?
Jika menginterpretasi dan
menyamakan bahwa Joker adalah Kita , saya tidak benar-benar setuju.
Hadirnya film ini, memang
mengungkapkan sisi lain kehidupan seorang Joker, dengan nama Arthur Fleck yang
belum pernah diceritakan sebelumnya. Sisi
lain yang sungguh amat gelap melatarbelakangi sisi sadis seorang Joker, musuh abadi Batman yang
dianggap sebagai pahlaman kota Gotham.
Setelah nonton film ini, jangan
serta-merta menganggap bahwa seorang Arthur Fleck adalah kita, dengan dalih
pernah merasakan hal serupa. Tidak! Kita Berbeda! –meski saya sesak nafas selama
dua jam film ini berlangsung dan harus meneguk air mineral berkali-kali untuk mengatasi kegelisahan saya-
Kita boleh saja amerasa dekat
dengan hal-hal yang dialami oleh Arthur, tapi untuk mengakuinya sebagai kita
sebaiknya jangan grusah-grusuh. Isu Kesehatan Mental bukan hal sebercanda itu,,
meski indikasinya banyak kemiripan.
Banyak dari orang di linimasa
tiba-tiba menjadikan dirinya sama seperti Joker. Hampir semua orang pasti punya
problematika yang sama seperti yang dimiliki oleh joker – dikecewakan keadaan,
tak didengar, diabaikan, atau depresi- , tak terkecuali saya. Tapi tidak untuk
menyamakannya dengan Joker. Kita terlahir tidak untuk menyakiti orang lain.
Hadirnya sebuah tanda dalam
sebuah film yang diulang atau dimunculkan berkali-kali tentunya merupakan
sebuah symbol. Symbol digunakan untuk menyampaikan sesuatu. Dalam Film joker,
Topeng badut adalah symbol yang cukup menarik untuk kita cermati.
Berawal dari sekuen kereta api
bawah tanah, tepat di Hari Arthur Fleck pulang dari pekerjaannya setelah
dimarahi kedapatan membawa pistol di rumah sakit anak-anak.. Keadaan kereta di
gerbong menyisakan 5 orang,Arthur dengan dandanan badutnya, seorang wanita, dan 3 pegawai dengan nada calling
kepada wanita. Sang wanita ingin terus memandang Arthur dengan tatapan seolah
minta tolong, hingga akhirnya penyakit tawa
patologis artur kambuh. Ia tak kuasa menahan tawa, tiga pemuda tersebut
akhirnya marah dan menganiaya Arthur. Arthur akhirnya melepaskan tembakannya ke
ketiga pegawai tersebut.
Sejak saat itu, ia seolah
terlahir kembali dengan jiwa baru.
Di televisi ramai
pemberitaan yang kebetulan Thomas Wayne menyatakan
di seluruh televise bahwa pembunuhan 3 pegawai Wayne Corp adalah sebuah upaya rakyat miskin
melawan korporat.
Rakyat yang tidak terima mulai
marah, dan mulai melakukan aksi demonstrasi dengan menggunakan topeng badut. Hal
ini dipicu persepsi masyarakat Gotham bahwa badut tersebut menyuarakan
kegelisahan mereka. "we are clowns" begitu poster yang muncul dalam film. Ini.
Hmm saya jadi ingat serial city hunter di mana massa juga melakukan protes terhadap pemerintah dengan menggunakan masker , meniru tokoh city hunter yang mengungkap korupsi di pemerintahan.
Hmm saya jadi ingat serial city hunter di mana massa juga melakukan protes terhadap pemerintah dengan menggunakan masker , meniru tokoh city hunter yang mengungkap korupsi di pemerintahan.
Topeng Badut
Dalam Dictionary of symbol yang
saya baca, symbol topeng dianalogikan sebagai suatu penutup dari yang
sebenarnya. Pun demikian dengan Arthur Fleck. Dalam satu ucapannya, ia berkata
“ibuku selalu berpesan untuk
tersenyum dan bahagia” . Penny Fleck juga memanggil Artur dengan sebutan “Happy”
. ia berharap anaknya dapat bahagia. Namun, meminta anak untuk selalu tersenyum
dan bahagia, justru membuat anak tidak dapat meluapkan emosinya secara penuh. Ada
kalanya seseorang memang harus marah saat kesal, menangis saat terluka dan
kecewa.
Kesenjangan sosial
isu lain yang jelas ingin
disampaikan dalam film ini adalah berkaitan dengan kesenjangan sosial dalam
suatu lapisan masyarakat. kehidupan Arthur Fleck yang miskin dan tinggal di
apartemen kumuh dengan ibunya yang juga sakit, penghasilan pas-pasan dan sulitnya
mencari pekerjaan berbanding terbalik dengan penguasa seperti Thomas Wayne yang
mengendarai mobil mewah, tinggal di rumah mewah, pakaian rapi an mobil
kemana-mana.
Pemangkasan dana dinas soial bagian konsuoltasi yang menangani Arthur fleck
menjadi salah satu busuknya kekuasaan. Pemotongan dana yang mengharuskan kantor
ditutup dan orang seperti Arthur yang butuh tempat berbagi cerita akhirnya
terabaikan.
Satu lagi, Arthur Fleck yang
bercita-cita ingin menjadi comedian seperti tokoh komedi favoritnya Murray
Franklin yang sukses dengan show livenya merasa hidupnya semakin berat karena
salah satu cuplikan saat ia audisi stand up comedy, justru menjadi bahan
olok-olokan oleh Murray Franklin. Bukankah hal semacam ini juga sering terjadi
di sekitar kita? Bahwa seseorang yang lebih senior, lebih terkenal menganggap
remeh seorang yang mempunyai cita-cita besar dan seakan membunuh karakternya
sebelum ia berkembang.
Tragedi yang dianggap komedi
Kata-kata paling menohok dalam
film ini yang saya ingat ketika Arthur Fleck berkata “Aku berfikir hidupku adalah tragedy, namun ternyata hidupku adalah komedi” . sebuah
satire halus. Di mana ia menganggap hidupnya adalah sebuah komedi. Ya, komedi
kehidupan.
Arthur Fleck, seorang paruh baya
yang tinggal dengan orang tua, hidup miskin, bujang lapuk tanpa kekasih .
pertemuannya dengan seorang wanita kemudian membawa babak baru, ia jatuh cinta
dan membayangkan kehidupan romantisnya. Meski pada akhirnya juga bernasib
tragis. Wanita tersebut hanya ada dalam hayalannya.
Mental Health Problem
Karena film ini, mengingat hal-hal berkaitan psikologi yang pernah saya pelajari (psikologi sastra sih maksudnya, namun kurang lebih semoga sama) dan mengingat tulisan-tulisan saya lalu. Mental Problem bisa terbentuk karena kekecewaan atas masa lalu, Trauma di waktu kecil, hingga kekerasan yang diterima oleh si Penderita.
Karena film ini, mengingat hal-hal berkaitan psikologi yang pernah saya pelajari (psikologi sastra sih maksudnya, namun kurang lebih semoga sama) dan mengingat tulisan-tulisan saya lalu. Mental Problem bisa terbentuk karena kekecewaan atas masa lalu, Trauma di waktu kecil, hingga kekerasan yang diterima oleh si Penderita.
Salah satu mental problem yang Nampak
dalam film ini adalah delusi dan halusinasi yang tampak pada tokoh Artur Fleck
(Joker). Delusi yang dialami tokoh Artur Fleck muncul karena skizofrenia yang
dideritanya
Saya jadi mengingat kisah
Skizofrenia yang juga dialami tokoh Gambir dalam Film Pintu terlarang, serupa dengan yang dialami Joker. Skizofrenia
membuat pengidapnya menderita delusional. Munculnya khayalan-khayalan yang hanya
ada di dalam pikirannya.
Delusi yang muncul paling kentara
saat pertemuannya dengan Sophie, seorang wanita yang tinggal di satu apartemen
dengannya.
“apartemen ini sungguh buruk,
bukan?” Tanya wanita tersebut. Arthur seolah jatuh cinta dengan wanita
tersebut, dan membawanya dalam sebuah hubungan mesra, romantic dan penuh tawa
saat bersamanya. Namun dalam scene lain di 30 menit terakhir, ditunjukkan bahwa
semua yang terjadi di awal hanyalah khayalan dari seorang Artur. Ia tidak
pernah berkenalan dengan Sophie, tidak pernah bermesraan dengan Sophie. Hingga akhirnya
ia membunuh sophie di kamarnya.
Gangguan Stress Pasca Trauma
Post-traumatic stress disorder (PTSD
adalah kondisi kejiwaan yang muncul setelah kejadian traumatis.Di film ini,
Arthur Fleck ternyataa memiliki trauma di masa kecilnya, saat ia kecil
diceritakan bahwa pacar ibunya kerap memukuli hingga ia memar, dilarikan ke
rumah sakit, dan trauma
Film Joker harus ditonton dengan pikiran terbuka
Bagian paling berkesan dalam film ini adalah ketika Arthur dengan make up Joker menari-nari di antara tangga, seolah merayakan hidupnya yang baru. Untuk kemudian saat tampil di acara Murray Franklin ia meminta diperkenalkan sebagai Joker.
Menyoroti soal pro kontra film
ini, yang jelas saya setuju film ini tidak cocok untuk anak-anak. Sedih sekali
saat kemarin menyadari hampir separuh bioskop yang menonton adalah anak-anak. Mungkin
karena mereka tahunya joker adalah musuh si Batman.
Menonton film ini, membuat kita
seharusnya lebih sadar bahwa orang dengan gangguan mental tidak boleh disamakan
dengan orang lain. Meminta mereka untuk mengerti bukanlah hal yang mudah. Selain
itu, setiap orang butuh dukungan dari orang lain saat dirinya merasa tertekan,
bukan justru diabaikan, dikecewakan, bukan?
Pascascript: Dikecewakan dan diabaikan memang sakit, terutama jika
segala yang kamu lakukan tidak pernah dianggap dan selalu diremehkan. Namun,
menjadi jahat juga bukan jalan keluar yang benar untuk melampiaskan kekecewaan.
Selamat menonton film ini selengkapnya, maaf spoilernya terlalu banyak :D
Kutipan Favorit Saya dalam Film
ini:
- - ‘Is it just me, or is it getting crazier out there?’
- -
Aku kira
hidupku adalah tragedy, namun ternyata hidupku adalah komedi
- -
Tidak
ada yang berpikir bagaimana rasanya jadi orang lain
- -
Mereka
tak peduli orang sepertimu dan tak peduli orang sepertiku
- -
Kuharap
kematianku lebih masuk akal dari hidupku
Kalau pernah nonton film serial Gotham, disana ada sedikit kisah tentang Joker. Bagaimana akhirnya dia menjadi seorang badut psikopat
ReplyDeleteAku ndak ngikuti serialnya Gotham. Hehe jadi maklum kalau ga tau 😁
Delete