Sampai sekarang saya selalu heran, setiap
menjelang lebaran orang-orang selalu berbondong-bondong menyerbu toko pakaian.
Mall selalu penuh sesak, pedagang pakaian dan kebutuhan badan lainnya menjual
lebih banyak barang dari hari biasanya. Seolah tanpa baju baru, lebaran tidak
terasa istimewa.
Dulu, ketika masih kecil hingga remaja saya
memang salah satu penganut membeli baju baru setiap lebaran. Tapi, bukan
karena harus beli, lebih kepada hadiah
dari orangtua. Sejak kecil, bapak dan ibu tidak membiasakan saya dan kakak
hidup dengan berbelanja berlebih, boros ataupun memberikan kemewahan karena
kami memang bukan orang yang tergolong mampu. Saat kecil, saya terbiasa memakai
baju pemberian orang (lebih tepatnya baju bekas anak majikan bapak yang
semuanya masih bagus-bagus) dan itu pun sudah cukup bagi saya. Untuk itu bapak
selalu membelikan baju hanya menjelang hari raya sebagai bonus.
Semakin dewasa, saya sadar baju baru ketika
lebaran bukanlah prioritas. Ada banyak kebutuhan lain yang harus dipenuhi dan
tentu saja yang terpenting adalah makna lebaran itu sendiri. Sudahkah kita
memaknai lebaran dengan seutuhnya? Untuk apa pakaian dan seluruh yang melekat
pada badan baru, sedang di luar sana masih banyak yang tidak bisa merayakan
lebaran? Bagaimana dengan adik-adik panti asuhan yang sedari kecil harus kehilangan orang tua? Ah,
saya sendiri juga belum bisa memaknai
Ramadhan dan lebaran dengan baik.
Dan sudah
4 tahun belakangan ini saya tidak membeli baju baru ketika lebaran. Bukan berarti
saya tidak membeli baju, tapi memang jarang sekali. Dalam setahun pun hanya
sekali membeli baju. Itu pun karena butuh untuk suatu acara.
Tidak hanya pakaian, kebutuhan lain pun sama
halnya demikian. Lebih ke membeli ketika benar-benar butuh saja. Missal sepatu
rusak, baru saya beli. Jadi jangan heran kalau ketemu saya dengan style yang
old sekali :D dan pakaian yang itu-itu saja. Apalagi untuk pedagang macam saya, keuangan
setiap bulan yang tak menentu membuat saya harus pintar-pintar mengatur
keuangan.
Lalu pada akhirnya, apakah kita sudah bisa memaknai Ramadhan dan lebaran secara utuh? apakah hati kita sudah ikhlas?
Post a Comment
Post a Comment