Entah sejak kapan saya mulai menyukai sebuah perjalanan, baik dengan kereta maupun transportasi umum lainnya. Saat di dalam kereta, saya sangat menikmati indahnya pemandangan yang terekam oleh mata dari balik jendela mungil. Mengamati kendaraan-kendaraan yang berhenti karena kereta melintas, atau sekadar menikmati hamparan sawah yang terlewati lintasan kereta. perjalanan dengan kereta sangat menyenangkan bagi saya.
Beberapa kali perjalanan seorang diri, saya bertemu dengan banyak orang dan menemukan hal yang jauh lebih menarik dari pemandangan. . Di satu waktu, saya pernah bertemu dengan mahasiswa yang tiap minggu pulang pergi Kediri-Surabaya hanya untuk berkumpul dengan keluarga. Bertemu orang tua yang selalu khawatir akan anak perempuannya yang merantau untuk menimba ilmu.
Pernah bertemu dengan sekelompok mahasiswa yang rela memberikan tempat duduknya untuk ibu-ibu yang membawa anaknya yang masih kecil-kecil. Sedang, saya sendiri terkadang masih cukup egois untuk tidak memberikan tempat duduk pada orang lain.
Terakhir kali dalam perjalanan berangkat Surabaya-Tulungagung, saya bertemu dengan ibu-ibu yang datang jauh dari Jawa barat, pergi untuk menengok anaknya yang semuanya bersekolah di sebuah pondok di Kediri. Betapa kasih sayang orang tua yang mengupayakan pendidikan terbaik untuk anaknya.
Ada pula bapak-bapak duduk di hadapan saya dengan tampilan sederhana, lusuh, tapi ketika saya mendengar cerita beliau, ternyata anaknya bekerja sebagai dokter di sebuah rumah sakit di Surabaya , sedang anak keduanya tenaga pendidik di salah satu kampus negeri terkenal di Surabaya (ah, saya merasa bersalah dan malu terhadap diri saya. Selalu menilai seseorang dari penampilan luarnya dahulu)
Yang paling berkesan dalam perjalanan tersebut, seorang ibu-ibu yang duduk tepat di samping saya. Awalnya ketika saya bertanya hendak ke mana, beliau bercerita ingin main ke Blitar ke tempat teman, Namun, setelah suasana kereta mulai sepi (Bapak dan Ibu di hadapan sudah turun di Kediri) Beliau bercerita permasalahan hidupnya (kaget tiba-tiba beliau cerita).
Anak pertama beliau terjerat kasus dan harus mendekam di Lapas Blitar , anak keduanya yang selalu meminta uang tanpa melihat kondisi keuangan ibunya, anak ketiga yang ahh.. tak sanggup untuk diceritakan. Sedang anak keempatnya perempuan masih 9 tahun, harapan satu-satunya.
Tanpa sadar saya turut menitikkan air mata ketika beliau bercerita sambil menangis. Beliau hanya orang tua tunggal yang harus berperan sebagai ayah dan ibu sekaligus, yang menghidupi anaknya dari buruh di sebuah pabrik rokok, sedang malamnya harus berjualan nasi demi menutup biaya hidup ke-empat anaknya.
Lalu saya kembali melihat dalam diri saya, bagian hidup terberat mana yang selalu dikeluhkan?Harusnya saya harus banyak bersyukur. Saya percaya, setiap pertemuan selalu memiliki makna yang bisa dipetik
Setiap perjalanan membawa kisah dan pelajaran hidup. Dari orang-orang yang bercerita dalam perjalanan meski tak mengenal secara langsung. Mereka yang ingin didengar kadang lebih suka bercerita, meluapkan emosi kepada orang asing, yang tak menggurui, yang tak menyela cerita mereka. Mereka hanyalah orang-orang dalam perjalan yang hanya ingin didengar.
Baca juga Pengalaman Mbonek di Blitar: Nekat dan Bodoh itu Beda Tipis
hmm.. Cerita apalagi yang akan saya dapat dalam perjalanan berikutnya?
Seperti hidup. Sejatinya hidup adalah perjalanan panjang dari rangkaian singklus kehidupan. Sedang perjalanan kita, kesana kemari merupakan tangkai dari perjalanan panjang yang kita jalani saat ini. Selalu ada nilai yang bisa dituai darinya.
ReplyDelete