Sepulang dari nonton film ini, selain laper pengen nyobain
makanannya, bakalan mikir, ada beberapa hal ada yang menarik perhatian. Karya
yang bagus adalah karya yang tidak habis dalam sekali baca. Saya sepakat dengan
pernyataan tersebut dan mampu berkata bahwa Aruna dan Lidahnya ternyata bukanlah
Karya yang bisa habis dalam sekali tonton. Perlu nonton lagi untuk membredel
karya ini untuk menemukan makna secara keseluruhan.
Bahasnya nggak pake Teori-teori tertentu sih, pusing juga
kalau harus buka-buka buku teori. Udah cukup waktu mata kuliah teori sastra aja
pusingnya.
Representasi Keserakahan dan
Kesederhanaan dalam Film Aruna dan Lidahnya
a.
Simbol kesederhanaan
Awalnya saya mengira bahwa film ini film yang realis, tapi
kemudian di tengah –tengah ada hal ganjil yang mengganggu pemikiran saya yaitu
tentang tokoh pak Musa. Awalnya diceritakan ia sedang terbaring di rumah sakit
karena diduga terkena flu burung saat Aruna dan Faris menjenguknya. Namun ternyata ia
menderita Pneumonia. Sang kakek
dengan tergolek menceritakan bagaimana teknik pembuatan Soto Ayam lamongan
yang dibuat oleh almarhum istrinya. Kemudian
adegan beralih ke pelabuhan di mana Bono dan Nad berjalan menyusuri dermaga,
saat ia ingin kembali ke Tunjungan menawar becak karena uangnya tinggal 22.000
tukang becaknya meminta ongkos 40.000
Saat itu kemudian lewat seorang kakek berkemeja pink naik
becak dan seolah mengajak Bono dan Nad mengikutinya. Mengarah pada sebuah kapal
dengan hiasan lampu kerlap-kerlip yang menyajikan full music. Bisa dibilang
diskotik versi masyarakat pinggiran. Dengan minuman dan full lagu dangdut. Hok a hok e hok a hok e… kakek tersebut
masuk ke dalam kapal kemudian menari dan berdansa dengan seorang nenek
seumurannya. Nad dan Bono menyusul ikut masuk ke dalamnya.
Kemudian saya sadar, bahwa tokoh yang naik becak dan bapak
yang berada di rumah sakit adalah tokoh yang sama. Di saat bersamaan, Aruna menerima telepon
bahwa Pak Musa meninggal dunia.
Kenapa becak dan
kapal?
Becak, merupakan simbol kesederhanaan. Seseorang yang
hidupnya biasa saja menggunakan becak untuk pergi ke mana-mana. Bagi orang
jaman dahulu, ketidakmampuan memiliki kendaraan bermotor, maka menggunakan becak atau
sepeda angin adalah hal yang wajar. Setelah naik becak, sang kakek Musa ini
berpindah masuk menuju kapal.
Dalam A Dictionary Of Symbols, dijelaskan
bahwa pemaknaan kapal bisa mengacu pada beberapa hal beerikut. :
1. Kapal merupakan simbol kegembiraan dan kebahagiaan
2.
Kapal didentikkan
dengan pulau suci
3.
Dalam ajaran
Kristiani, Simbol kapal melambangkan gereja
4.
kapal merupakan
simbol kematian. Karena kapal dianggap sebagai simbol dalam melakukan
perjalanan perpindahan ruang.
Jadi disini bisa dikatakan bahwa simbol kapal yang digunakan
dalam Aruna dan Lidahnya merupakan
petunjuk perpindahan Alam yang dilakukan oleh pak Musa. Ketika ia memasuki
kapal, ia berdansa dengan seorang nenek yang kemungkinan adalah istrinya. Jadi,
Kapal di film ini disimbolkan sebagai surga, di mana semua orang
bersenang-senang dan menari di dalamnya. Konsep surga yang dipikiran Pak Musa
mungkin hanyalah sebatas itu, sesederhana ia ingin berdansa dengan istrinya
yang telah meninggal.
Nasi goreng
Nasi goreng sebenarnya adalah masakan rumahan yang semua
orang tentu bisa membuatnya dengan mudah. Karena ia ingin masak masakan Lantas kenapa Aruna harus jauh-jauh ke
Pontianak untuk mencari resep nasi goreng Mbok Sawal? Dan ternyata resep nasi goreng mbok Sawal ada di
orang terdekat Aruna.
“kenapa kamu jauh-jauh ke pontianak buat nyari resep Nasi
Goreng Mbok Sawal”
“mama nggak pernah bilang”
“kamu nggak pernah nanya. Tiap kali mama mau masak kamu
selalu bilang udah Mbok Sawal aja yang masak lebih enak”
Sesuatu yang menyenangkan datang dari dalam diri sendiri,
kadang dari orang terdekat kita.Seperti Aruna, yang ternyata kebahagiaannya
ketika menikmati nasi goreng Mbok Sawal bersumber dari mamanya sendiri. Saya rasa nasi goreng juga simbol kesederhanaan
dan keinginan Aruna atas kebahagian
kecilnya. Sebahagia saat ia makan nasi goreng buatan Mbok Sawal.
oiya, waktu Aruna bilang naksir ke Faris, adegannya juga diambil sewaktu Aruna sedang menyantap nasi goreng di pinggir jalan. kemudian disusul Bono yang datang dan memasak nasi goreng sendiri untuk diberikan kepada Nad.
Cinta itu sederhana, sesederhana nasi goreng rumahan. intinya sih gitu. karena dari sini bisa disimpulkan bahwa cinta datang dari orang-orang terdekat kita secara sederhana dan tidak berlebihan.
b.
Simbol keserakahan
·
Aruna dan Lidahnya ternyata tidak cukup dilihat
sebagai film yang hanya berkaitan dengan
makanan, atau film yang memperkenalkan aneka masakan Indonesia. Makanan secara
kompleks menggambarkan keseluruhan rasa dari berbagai bahan yang terkandung di
dalamnya. Makanan adalah hal yang dibutuhkan oleh semua makhluk hidup termasuk
manusia. Makanan bisa menjadi salah satu alat pemersaatu hubungan, alat yang
mampu menggabungkan seseorang yang memiliki ideologi berbeda menjadi satu
karena makanan. Namun makanan juga bisa menjadi simbol keserakahan. Makanan menjadi
salah satu representasi hidup di era modern di mana semua orang membutuhkan
makanan sebagai gaya hidup atau pemenuh kebutuhan. Makanan untuk hidup merubah
pola hidup menjadi lebih konsumtif. Makanan juga merupakan wujud keserakahan
dan pemuas nafsu, dimana setiap orang ingin mencoba berbagai jenis masakan
tanpa mengetahui apakah itu diperlukan untuk tubuh.
·
Hubungan Farish dengan kekasihnya yang merupakan
wanita beristri , hubungan Nad yang selalu bercinta dengan suami orang, juga
simbol keserakahan atas cinta. Jelas tahu mana yang salah, tetapi masih juga
dipertahankan. Farish yang pacaran dengan seorang yang telah menikah dan punya
anak. Sementara Nad, selalu berhubungan dengan lelaki yang telah beristri. Eh, tapi cinta nggak pernah salah sih, malah
bikin bego iya..
·
Selain makanan, Aruna dan Farish juga merupakan korban
keserakahan yang dimiliki oleh penguasa. Aruna dan Farish yang bkerja sebagai
peneliti, melakukan invesigasi dan menemukan sesuatu yang janggal dalam dokumen
yang diterimanya dari kantor pusat. Hingga akhirnya Faris dan Aruna sadar
betul, bahwa pekerjaan yang ia lakukan hanyalah pembodohan oleh golongan yang
berkuasa, untuk menggelontorkan dana pemerintah yang berkaitan dengan kasus
vaksin Flu Burung. Padahal, tidak ada yang secara pasti benar-benar terkena Flu
Burung tetapi alat-alat didatangkan. Bahkan peternakan-peternakan yang disurvey
juga tidak menunjukkan adanya virus. Aruna dan Faris kemudian mengungkap
praktik korupsi yang terjadi di kantornya.
Penutup
“Ada yang salah dengan lidahnya” dari awal film kalimat ini
berkali-kali ditekankan oleh Bono pada Aruna, hingga pertengahan pun tetap
dikatakan bahwa ada yang salah dengan lidahnya Aruna. Bahkan ditengah-tengah
seperti ditunjukkan gambaran mimpi Aruna sedang mimpi makan jeruk nipis tapi
berkata rasanya asin, kemudian mimpi meminum
air sungai dan Faris bertanya “gimana rasanya? Asin?” lalu si Aruna menjawab
Tawar. Hingga kemudian di akhir cerita terjawab sudah bahwa yang salah bukan
Lidahnya. Melainkan perasaannya sendiri. Konflik batin yang dialami Aruna
sendiri terhadap orang-orang terdekatnya.
Pembahasan yang saya tuliskan di atas hanyalah sebagian
interpretasi yang tidak bisa dikatakan sebagai analisis utuh. Masih banyak yang
bisa disampaikan melalui film ini. Masih ada konsep persahabatan 4 orang yang
saling melengkapi, sinmbol angka 4 yang bayak dipakai dalam film ini.
Secara keseluruhan film ini bisa dikatakan sebagai kritik
atas kehidupan manusia yang kadang masih suka serakah dan tidak hidup
sederhana. Selain itu, kritik bahwa kebahagiaan terkadang muncul dari orang
terdekat kita. Sehingga kita harus lebih peka dan peduli terhadap orang yang
masih ada di sekitar kita.
Post a Comment
Post a Comment