doc. pribadi |
……….
percayalah aku akan selalu menjagamu, karena aku adalah pelangi hatimu dan
kaulah pelangi hatiku. Sampai kapanpun.
Kilauan pelangi selepas hujan di langit utara sore
itu,lengkapi segarnya udara di sekeliling. Tanda – tanda cahaya pendar senja berusaha
menerobos sisa – sisa mendung memasuki jendela kamarku. Dari kamarku, pelangi
nampak indah dalam pandangan. Selalu saja, aku suka melihat pelangi. Karena
pelangi selalu ingatkanku akan dia. Pelangi selalu memantulkan bayang
senyumnya. Merah, Jingga, Kuning, Hijau, Biru, Nila dan Ungu yang nampak sama
seperti beberapa tahun silam tatkala aku dan dia melihatnya sama – sama di
gazebo tua.
Dia, sosok yang hampir 5 tahun ini kurindukan.
Yang aku kenal 1 Windu silam saat hari pertama kami menjejakkan kaki dibangku
SMP. Lukman Arif Sulistiyo akrab kupanggil Lukas. Panggilan Lukas kuambil dari
singkatan namanya Lukman A.S. Dia sosok yang sampai detik ini masih menggelayut
manja dalam pikiranku. Selalu menjadi penyemangatku untuk melanjutkan hari
- hari. Selalu bisa membuat aku iri,
kagum juga bangga karena pengetahuan dan kemampuan berfikirnya yang bagus. 3
tahun waktu SMP berlalu, persahabatan kami semakin erat. Dan aku menyadari ada
rasa yang berbeda, buka sekedar persahabatan. Tapi ada cinta dihatiku untuknya.
Usai pengumuman kelulusan, aku tahu Lukas dan
keluarganya pindah dan akan melanjutkan
kehidupannya di Jogjakarta, tempat neneknya tinggal. Aku sempat kecewa karena
Lukas tak pernah pernah membicar akan
hal itu sebelumnya. Sepucuk surat terakhirnya kala itu, membuatku harus rela
melepas Lukas.
Hari
– hariku terlewati dengan sepi. Sepi tanpa kehadiran Lukas.
Setahun
belakangan aku baru mengetahui kabar Lukas melalui teman SMAku yang kuliah di
Jogjakarta. Lukman Arif Sulistiyo, mahasiswa terbaik jurusan Akuntansi di UGM,
waktu SMA mengikuti kelas Akselerasi dan sekarang baru saja menyelesaikan studi
S-1 nya. Mendengar berita itu aku bangga sekali, dia memang pintar. Padahal aku
baru semester 4, dan dia sudah menjadi sarjana.
Dengan
berbagai cara, temanku berusaha mendapatkan nomor telepon Lukas untukku. Jemariku
tak henti – hentinya menekan nomor telepon Lukas, tapi tak pernah sekalipun
dering telponku didengar olehnya. Entah dia sudah lupa atau memang tak lagi
peduli padaku.
Namun pagi tadi
semua berubah. Senyum mengembang dari sudut bibirku saat sebuah pesan singkat
muncul dilayar ponselku.
“Aku akan pulang ke Surabaya besok pagi. Aku
tunggu di taman dekat SMP jam 10” (Lukas)
Aku tertegun dalam ketidakpercayaan , kelebat bayang
peristiwa masa lalu yang terekam muncul silih berganti seperti slide presentasi
di depan mata. 5 tahun, bukan waktu yang singkat. Selama 5
tahun itu aku menunggunya dalam sunyi, semua teman lelakiku tak pernah bisa
menggantikan keberadaan Lukas. Lukas, aku
mencintaimu. Hanya kamu yang aku mau.
*****
Setelah
5 Tahun berlalu, taman ini tak banyak berubah. Masih sama seperti dahulu.
Termasuk sebuah gazebo tua tempat favorit aku dan Lukas . Tempat aku dan Lukas
menghabiskan waktu, bercengkeramah dan berbagi tawa serta tempat kita sama –
sama mengintip pelangi diatas sana sehabis hujan. Aku menunggunya disini.
Seolah kembali kurasakan bekas bau harum tubuh Lukas di tempat ini. Semua masih
sama kecuali kehadiran Lukas.
Sejam,
dua jam, hingga 5 jam aku menunggu kehadiran Lukas di taman yang dia janjikan.
Akan tetapi tanda kemunculannya tak kunjung ada. Cemas mulai menjalar dalam
jiwaku. Seingatku Lukas adalah orang yang tepat waktu dan tak pernah ingkar
janji. Tapi sekarang, kenapa ia malah mengingkari janjinya.
Mendadak layar ponselku berkedip,
nomor Lukas memanggil. Bagai disambar petir mendengar suara di seberang. Bukan
Lukas, melainkan mamanya. Lukas dilarikan di Rumah Sakit Haji karena mamanya
mendapati Lukas tak sadarkan diri di kamarnya.
*****
Dengan kecepatan abnormal aku melarikan motorku menuju
Rumah Sakit Haji, berlarian menabrak palang parker, suster – suster untuk
sampai ke kamar Lukas dirawat. Mama Lukas, Tante Ema mempersilahkan aku masuk.
Kulihat seseorang yang selama ini ingin aku temui terbaring lemah di pesakitan.
Tanpa memperdulikan sekeliling, aku menghambur dalam pelukan Lukas.
“Afiza…..”
suara Lukas lemah
‘Jangan
bicara apa – apa Lukas…” ucapku lirih. Tak kuasa ku menahan air mataku
“Nggak
Za… aku taka pa, Cuma kecapekan. Maafkan aku yang dulu meninggalkanmu. Aku
sayang sama kamu Za. Dari dulu, sekarang dan selamanya.”
Detik
berlalu dalam setiap detak, tanpa terasa 2 Jam sudah aku mengobrol bersama
Lukas. Dokter kemudian meminta agar Lukas istirahat. Perbincanganku dengan
Sosok yang selalu aku mimpikan berakhir dengan begitu saja. Kini aku yakin,
Lukas tak pernah berniat benar – benar meninggalkanku.
*****
Lukman Arif Sulistyo
Lahir, 20 Mei 1990
Wafat 5 juli 2011
Air
mataku menetes tepat diatas pusara Lukas. Dia meninggal sehari setelah menyatakan
perasaannya padaku. Tak pernah kusangka akan secepat ini dia pergi
meninggalkanku untuk selamanya. Rupanya, pertemuanku dua jam dengannya ,
merupakan pertemuanku yang terakhir. Dua jam yang singkat untuk selamanya. Dua
jam yang tak akan pernah bisa kembali lagi.
Dari
Tante Ema aku mengerti, sudah lama Lukas mengidap kanker getah bening.
“Dulu
ia meminta pindah ke Jogja karena tak ingin melihat kamu sedih. Kondisi Lukas
setiap hari semakin menurun, setelah ia menyelesaikan kuliahnya, ia memaksa
untuk pulang ke Surabaya dan menemui kamu. Tante akhirnya mengizinkan ia
kesini. Mungkin itu keinginan terakhirnya
sebelum meninggal” tutur Tante Ema yang terlihat tegar.
“Dia
menitipkan ini untuk kamu, dia bilang agar tante menyerahkannya saat ia sudah
tak ada” Tante Ema menyerahkan sebuah buku tebal berwarna hitam kepadaku.
Teruntuk Pelangiku, Afiza Anastasya
Begitu tulisan di halaman pertama buku milik Lukas
tersebut. Aku tak sanggup membaca kalimat – kalimat yang terangkai indah di
dalam buku tersebut. Ukiran tentang masa lalu yang pernah kita lewati bersama
tersusun rapi disetiap halaman . Banyak foto – foto kita berdua didalamnya.
Terselip sebuah lipatan kertas bermotif pelangi di
halaman belakang buku tersebut.
Pelangiku,
Afiza,,
Saat kamu
membaca setiap goresan tinta dalam buku ini, itu berarti aku telah tiada. Tapi
meski aku telah tiada, percayalah aku
akan selalu menjagamu, karena aku adalah pelangi hatimu dan kaulah pelangi hatiku.
Sampai kapanpun.
Setiap
memandang pelangi aku selalu teringat kamu Afiza.
Aku
meninggalkanmu dahulu bukan karena aku tak menyayangimu,bukan karena aku tak
ingin bersamamu, tapi aku hanya tak ingin kamu bersedih melihat keadaanku
Afiza. Aku yakin kamu bisa tanpa aku. Sama seperti dahulu, 5 tahun ini kamu
masih pelangiku, meski aku tak pernah menyatakannya. Setiap pelangi ada , aku
selalu membayangkan itu adalah dirimu yang tengah tersenyum untukku. Kamu
tetaplah merah,jingga,kuning,hijau,biru,nila dan unguku. Kamu adalah pelangi
terindah yang pernah aku lihat.
Jangan
bersedih lagi atas kepergianku, kamu harus bisa melepasku dengan ikhlas sama
seperti saat aku tak ada 5 tahun ini. Karena aku tahu, setiap pertemuan pasti
akan ada perpisahan. Aku yakin, suatu saat kamu bisa menemukan seseorang yg
lebih baik dari aku dan menyayangimu lebih dari aku.
“Pelangiku,
kutitipkan buku ini untukmu. Sebagai kenangan akan masa lalu kita. Euforia
kebersamaan kita dahulu akan selalu hidup dalam buku ini”
Yogjakarta , 29 Juni 2011
-Lukman Arif Sulistyo-
Note:
Cerpen ini pernah diterbitkan dalam Kumpulan Cerpen Sketsa Pelangi (Leuitika Prio) pada tahun 2011.
Post a Comment
Post a Comment